Nyata, Tendang Ibu Sebelum Berhaji, Kaki Jamaah Ini Berbau Busuk & Bernanah di Tanah Suci
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al Isra' : 23)
Abdullah merasa bahwa dirinya telah siap lahir dan batin, pada tahun ini, ia sibuk dengan segenap rangkaian persiapan untuk menunaikan ibadah haji, ia mengumpulkan data-data perjalanan haji, buku manasik haji, dan menjalin kedekatan dengan para asatidz supaya bisa lebih mudah memperoleh bimbingan dan nasehat seputar rangkaian ibadah haji yang harus di laksanakan di Tanah Suci secara benar dan sesuai rukun.
Dan tatkala hari yang dinanti sudah semakin dekat, ia perbanyak doa dan dzikir supaya perjalanan ibadah hajinya lancar tanpa mengalami suatu rintangan ataupun hal-hal yang tidak dia inginkan serta memperoleh julukan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala berupa haji yang mabrur.
Namun hakikatnya, manusia hanya bisa berkeinginan dan berdoa, sementara untuk segala sesuatunya, hanya Tuhan lah yang berhak menentukan, demikian pula dengan Abdullah.
Sebuah ujian datang menimpanya tatkala Abdullah tengah menjalani salah satu ritual ibadah haji di Makkah. Seraut duri merintangi perjalanannya hingga menyebabkan kakinya terluka. Abdullah meradang tatkala mendapati lukanya tak kunjung sembuh, bahkan di rasakannya semakin melebar, berbau dan bernanah pula.
“Ya Allah, mengapa ini harus terjadi?
Mengapa tiba–tiba kaki ini terluka dan lukanya semakin membesar, bernanah dan bau?
Apa salah hamba, Ya Allah?” rintihnya diiringi air matanya menitik–nitik
Segenap penyesalan dan bayangan akan masa lalunya bergejolak menerka hatinya. Hasrat ingin beribadah sebagaimana jamaah lain terhambat luka yang pada kakinya yang telah menebarkan bau busuk disekitar ruangan hingga tak ada satupun jamaah haji lainnya yang kuasa berada di dalam ruangan tersebut. Hal itu pun tentu membuatnya acapkali menikmati penderitaannya secara sendirian di dalam kamar.
“Astaghfirullah, bau apa ini? Mengapa ruangan ini jadi busuk???” ucap seorang jamaah pelan.
“Iya, saya juga tidak tahan dengan bau ini, lebih baik kita keluar saja,”sahut jamaah lain.
Demikian, satu–persatu jamaah yang menghuni satu kamar dengan Abdullah lebih memilih untuk beribadah sunnah di luar ruangan atau di dekat masjid-masjid.
Abdullah merasakan iri yang mengusik ketenangan jiwanya, ia pun berkeinginan seperti jamaah lain yang bisa beribadah dengan khusyu’ disana.
Kondisi demikian membuatnya menjadi menyalahkan dirinya sendiri, ia kini lebih banyak bermunajat dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa supaya sudi melimpahkan rahmat-Nya berupa kesembuhan hingga ia bisa mengejar ketertinggalan dan menjalankan segenap ritual haji dengan tenang.
Suatu waktu, Ustadz Abdul Razak yang merupakan salah satu asatidz berniat berkunjung ke ruangan dimana Abdullah bertempat. Selain untuk bersilaturahim, kedatangan beliau sebenarnya juga untuk memastikan kondisi Abdullah, sebab tak pernah beliau lihat Abdullah bersama rombongan jamaah lain.
Tatkala Ustadz Razak memasuki ruangan, sungguh ia merasakan satu hal yang aneh dimana tiada satupun jamaah yang berada di ruangan itu kecuali Abdullah itu sendiri.
Di samping itu, ia juga merasakan bau busuk yang begitu menyengat menusuk indra penciumannya. Lantas beliau dekati Abdullah, dan memberinya salam.
“Mohon maaf saya baru datang ke ruangan ini, itupun karena saya tidak pernah pun melihat engkau bersama jamaah lain, ada apa sebenarnya?”
Abdullah pun menangis seraya menunjukkan kakinya yang membusuk kepada asatidz itu.
“Ooo rupanya bau itu berasal dari kakimu, bagaimana bisa demikian???”
“Saya tidak mengerti ustadz”
Ustadz Razak lantas mengelus bahunya, sembari berkata,
“Bersabarlah... ini adalah bagian dari ujian untukmu”
Abdullah menengadahkan kepalanya ke arah sang ustadz dan bertanya,
“Lalu apa yang harus saya lakukan ustadz,?” Abdullah menunjukkan wajah mengiba, di iringi butir-butir air mata yang jatuh dari kelopak matanya.
“Cobalah kamu ingat kembali, apa kamu pernah melakukan suatu kesalahan sebelum berangkat haji?”
Abdullah sekuat tenanga memutar memori masa lalunya, ia segera mengingat-ngingat kesalahan apa yang pernah di perbuatnya hingga menyebabkan kondisi kakinya seperti ini. Walhasil, kemudian ia menemukan titik cerah. Lantas ia tatap dalam–dalam sang ustadz dengan segenap harapan yang meranumi jiwanya.
“Saya ingat ustadz, saya pernah menendang ibu saya karena sedang emosi”
Spontan Ustadz Razak beristighfar,
“Astaghfirullahal’adziim... itu dosa besar, bertaubatlah pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, minta maaflah kepada ibumu”
Abdullah lantas bertanya,
“Benar ustadz, saya sadar itu kesalahan besar, Lalu apa yang harus saya lakukan?”
“Minta maaflah pada ibumu dengan berjanji tak mengulangi hal itu kembali, Bertaubatlah dengan sebenar-benarnya taubat, sesali kesalahan yang telah kau perbuat, perbanyaklah istighfar dengan hati yang bersih dan yakinlah Ialah yang maha pengampun dan penerima taubat akan menyembuhkan lukamu. Insya Allah”
Abdullah pun memenuhi segala nasihat ustadz Razak, ia lalu menghubungi ibunya melalui telepon seluler, ia menangis karena sering membentak ibunya bahkan menendangnya sewaktu akan berangkat haji, dengan air mata yang berderai-derai, diiringi rasa sesal dan sesak didalam tangisnya.
Dan ibunya pun memaafkaannya, lambat laun rentetan luka di kakinya hilang dan tak lagi menebarkan bau busuk. Selanjutnya Abdullah pun dapat menjalankan rangkaian ibadah hajinya dengan khusyu’ dan lancar.
Ilustrasi - Gambar: viatekno |
Abdullah merasa bahwa dirinya telah siap lahir dan batin, pada tahun ini, ia sibuk dengan segenap rangkaian persiapan untuk menunaikan ibadah haji, ia mengumpulkan data-data perjalanan haji, buku manasik haji, dan menjalin kedekatan dengan para asatidz supaya bisa lebih mudah memperoleh bimbingan dan nasehat seputar rangkaian ibadah haji yang harus di laksanakan di Tanah Suci secara benar dan sesuai rukun.
Dan tatkala hari yang dinanti sudah semakin dekat, ia perbanyak doa dan dzikir supaya perjalanan ibadah hajinya lancar tanpa mengalami suatu rintangan ataupun hal-hal yang tidak dia inginkan serta memperoleh julukan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala berupa haji yang mabrur.
Namun hakikatnya, manusia hanya bisa berkeinginan dan berdoa, sementara untuk segala sesuatunya, hanya Tuhan lah yang berhak menentukan, demikian pula dengan Abdullah.
Sebuah ujian datang menimpanya tatkala Abdullah tengah menjalani salah satu ritual ibadah haji di Makkah. Seraut duri merintangi perjalanannya hingga menyebabkan kakinya terluka. Abdullah meradang tatkala mendapati lukanya tak kunjung sembuh, bahkan di rasakannya semakin melebar, berbau dan bernanah pula.
“Ya Allah, mengapa ini harus terjadi?
Mengapa tiba–tiba kaki ini terluka dan lukanya semakin membesar, bernanah dan bau?
Apa salah hamba, Ya Allah?” rintihnya diiringi air matanya menitik–nitik
Segenap penyesalan dan bayangan akan masa lalunya bergejolak menerka hatinya. Hasrat ingin beribadah sebagaimana jamaah lain terhambat luka yang pada kakinya yang telah menebarkan bau busuk disekitar ruangan hingga tak ada satupun jamaah haji lainnya yang kuasa berada di dalam ruangan tersebut. Hal itu pun tentu membuatnya acapkali menikmati penderitaannya secara sendirian di dalam kamar.
“Astaghfirullah, bau apa ini? Mengapa ruangan ini jadi busuk???” ucap seorang jamaah pelan.
“Iya, saya juga tidak tahan dengan bau ini, lebih baik kita keluar saja,”sahut jamaah lain.
Demikian, satu–persatu jamaah yang menghuni satu kamar dengan Abdullah lebih memilih untuk beribadah sunnah di luar ruangan atau di dekat masjid-masjid.
Abdullah merasakan iri yang mengusik ketenangan jiwanya, ia pun berkeinginan seperti jamaah lain yang bisa beribadah dengan khusyu’ disana.
Kondisi demikian membuatnya menjadi menyalahkan dirinya sendiri, ia kini lebih banyak bermunajat dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa supaya sudi melimpahkan rahmat-Nya berupa kesembuhan hingga ia bisa mengejar ketertinggalan dan menjalankan segenap ritual haji dengan tenang.
Suatu waktu, Ustadz Abdul Razak yang merupakan salah satu asatidz berniat berkunjung ke ruangan dimana Abdullah bertempat. Selain untuk bersilaturahim, kedatangan beliau sebenarnya juga untuk memastikan kondisi Abdullah, sebab tak pernah beliau lihat Abdullah bersama rombongan jamaah lain.
Tatkala Ustadz Razak memasuki ruangan, sungguh ia merasakan satu hal yang aneh dimana tiada satupun jamaah yang berada di ruangan itu kecuali Abdullah itu sendiri.
Di samping itu, ia juga merasakan bau busuk yang begitu menyengat menusuk indra penciumannya. Lantas beliau dekati Abdullah, dan memberinya salam.
“Mohon maaf saya baru datang ke ruangan ini, itupun karena saya tidak pernah pun melihat engkau bersama jamaah lain, ada apa sebenarnya?”
Abdullah pun menangis seraya menunjukkan kakinya yang membusuk kepada asatidz itu.
“Ooo rupanya bau itu berasal dari kakimu, bagaimana bisa demikian???”
“Saya tidak mengerti ustadz”
Ustadz Razak lantas mengelus bahunya, sembari berkata,
“Bersabarlah... ini adalah bagian dari ujian untukmu”
Abdullah menengadahkan kepalanya ke arah sang ustadz dan bertanya,
“Lalu apa yang harus saya lakukan ustadz,?” Abdullah menunjukkan wajah mengiba, di iringi butir-butir air mata yang jatuh dari kelopak matanya.
“Cobalah kamu ingat kembali, apa kamu pernah melakukan suatu kesalahan sebelum berangkat haji?”
Abdullah sekuat tenanga memutar memori masa lalunya, ia segera mengingat-ngingat kesalahan apa yang pernah di perbuatnya hingga menyebabkan kondisi kakinya seperti ini. Walhasil, kemudian ia menemukan titik cerah. Lantas ia tatap dalam–dalam sang ustadz dengan segenap harapan yang meranumi jiwanya.
“Saya ingat ustadz, saya pernah menendang ibu saya karena sedang emosi”
Spontan Ustadz Razak beristighfar,
“Astaghfirullahal’adziim... itu dosa besar, bertaubatlah pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, minta maaflah kepada ibumu”
Abdullah lantas bertanya,
“Benar ustadz, saya sadar itu kesalahan besar, Lalu apa yang harus saya lakukan?”
“Minta maaflah pada ibumu dengan berjanji tak mengulangi hal itu kembali, Bertaubatlah dengan sebenar-benarnya taubat, sesali kesalahan yang telah kau perbuat, perbanyaklah istighfar dengan hati yang bersih dan yakinlah Ialah yang maha pengampun dan penerima taubat akan menyembuhkan lukamu. Insya Allah”
Abdullah pun memenuhi segala nasihat ustadz Razak, ia lalu menghubungi ibunya melalui telepon seluler, ia menangis karena sering membentak ibunya bahkan menendangnya sewaktu akan berangkat haji, dengan air mata yang berderai-derai, diiringi rasa sesal dan sesak didalam tangisnya.
Dan ibunya pun memaafkaannya, lambat laun rentetan luka di kakinya hilang dan tak lagi menebarkan bau busuk. Selanjutnya Abdullah pun dapat menjalankan rangkaian ibadah hajinya dengan khusyu’ dan lancar.
0 Response to "Nyata, Tendang Ibu Sebelum Berhaji, Kaki Jamaah Ini Berbau Busuk & Bernanah di Tanah Suci"
Post a Comment